MEMBANGUN KOTA RAMAH ANAK, MUNGINKAH?

Jika gagasan ini terwujud, bukan hanya anak yang bisa memetik manfaatnya melainkan seluruh warga kota, termasuk manula dan mereka yang memiliki perbedaaan kemampuan atau difabel (pengganti istilah penyandang cacat).


Pernahkah Anda membayangkan kota yang menyenangkan buat anak-anak, lengkap dengan fasilitas bermain di semua sudut kota? Mendiami kota semacam itu tentu memungkinkan anak-anak menikmati masa kecilnya dengan bermain dan bermain penuh keceriaan.
Kota ini pun harus terbebas dari polusi asap kendaraan bermotor dan limbah rumah tangga serta pabrik, hingga bocah-bocah cilik bisa menghirup udara segar dan asyik berenang di sungai kota yang bersih. Mereka juga tak usah takut oleh para pelaku kriminal karena keamanan benar-benar terjaga terus-menerus berkat kesigapan para aparat keamanan. Tidak hanya itu, anak juga tidak dipandang sebagai sosok yang tidak tahu apa-apa tentang kotanya. Mereka selalu dilibatkan dalam berbagai keputusan penting yang menyangkut perencanaan kota. Akan tetapi mungkinkah kota ideal semacam itu bisa terwujud?

Menurut Hamid Patilima, MSiP dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Kota Ramah Anak (KRA) bukan sebatas impian yang mustahil terwujud. "Dengan usaha keras dari berbagai pihak terkait, bukan tidak mungkin kota ramah anak bisa terwujud dalam beberapa tahun ke depan." Hamid yakin anak adalah bibit unggul yang akan menentukan kualitas sumber daya suatu bangsa. Jika sejak dini anak terjamin hak-haknya, maka ia akan berkembang dengan optimal sebagai pribadi yang matang, sehat dan cerdas. Selanjutnya, jika bibitnya unggul tentu hasil panennya pun akan memuaskan dan inilah yang akan menentukan kualitas suatu bangsa atau negara.
Senada dengan Hamid, Fitriani F. Syahrul, M.Psi., berpendapat, banyak manfaat yang bisa diberikan oleh KRA. Anak-anak bisa mendapatkan hak-haknya atas pelayanan kesehatan, air bersih, dan sanitasi lingkungan yang terjaga serta terbebas dari polusi. Selain itu, perkembangan motorik dan sosialisasinya bisa optimal karena bisa dengan leluasa bermain di taman bersama anak lain. Wawasannya pun bertambah luas dengan tersedianya taman bacaan dan perpustakaan. "Apalagi di saat harga buku melambung tinggi dan turunnya daya beli masyarakat," ungkap psikolog dari Yayasan Pendidikan Insan Kamil ini.

IDE BRILIAN
Menurut Hamid, KRA merupakan gagasan seorang arsitek bernama Kevin Lynch. Alumnus Massachusetts Institute of Technology (MIT) ini di tahun 1971-1975 mengadakan penelitian mengenai Children's Perception of the Environment di 4 kota, yaitu Melbourne, Warsawa, Salta, dan Mexico City. Program ini dimanfaatkan UNICEF untuk mewujudkan Konvensi Hak Anak, dari sebuah rumusan legal menjadi program nyata. Hasilnya, kota terbaik bagi anak adalah yang memiliki komunitas kuat secara fisik dan sosial, selain aturan yang jelas dan tegas, serta tetap memungkinkan anak untuk mengeksplorasi lingkungan mereka tanpa harus dibeda-bedakan berdasarkan suku bangsa, agama, kekayaan, jender, dan kecacatan.
Baik Fitriani maupun Hamid mengakui, untuk dapat mewujudkan KRA diperlukan kerja keras dan kerja sama semua pihak, dari pemerintah, LSM, orang tua, pendidik, sampai kalangan anak sendiri. Masing-masing pihak perlu bahu-membahu demi mewujudkan kota ideal tersebut. Jika kerja sama ini bisa digalang, tidak ada kata mustahil dalam merealisasikan gagasan KRA.
Gagasan KRA memang bukan isapan jempol belaka. Buktinya, beberapa negara tetangga telah berhasil mewujudkannya. Di antaranya Philipina yang sejak tahun 1999 telah memperkenalkan KRA di 20 provinsi dan di 5 kota, yakni Pasay City, Manila, Quezon City, Cebu City, dan Davao City.

WUJUDKAN BERTAHAP
Indonesia sebetulnya bukan tidak mungkin bisa meniru kesuksesan Philipina. Cuma, program tersebut memang mesti dilaksanakan secara bertahap. Area KRA juga tidak dapat langsung melibatkan wilayah seluas provinsi, tapi mulailah dari area kompleks perumahan warga. Beberapa hal berikut menurut Fitriani bisa dilaksanakan.
* Penyediaan Tempat Bermain
Pihak pengembang pemukiman hendaknya menyediakan lahan bermain lengkap dengan berbagai fasilitas seperti ayunan, perosotan, dan sejenisnya. Di waktu libur atau di sore hari, anak-anak bisa bermain dengan teman sebaya sekaligus melatih kecakapan motorik kasarnya di situ.
* Pengamanan
Keamanan di sekitar kompleks mesti benar-benar terjamin. Pihak keamanan mesti memastikan anak-anak bisa bebas bermain, berjalan, dan bersepeda atau pulang-pergi sekolah dengan aman.
* Fasilitas Kesehatan
Tersedia fasilitas kesehatan seperti Posyandu, Puskesmas, RS, tempat praktik dokter, dan sarana P3K di dalam atau di dekat lingkungan perumahan. Dengan demikian kala anak terkena musibah bisa dengan cepat mendapat pertolongan.
* Taman
Taman yang asri mampu menyejukkan pandangan mata, menciptakan sirkulasi udara sehat, sekaligus sebagai tempat berteduh dan bermain anak.
* Melibatkan anak dalam pengambilan keputusan
Contohnya ketika hendak membangun fasilitas taman dan tempat bermain, anak-anak hendaknya dilibatkan. Kemauan dan aspirasi mereka haruslah didengar karena merekalah yang benar-benar tahu apa yang dibutuhkan bagi dunianya.
Untuk skala yang lebih luas setingkat kota, tidak usahlah mengada-ada, cukup dengan memfungsikan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang sudah ada. Sediakan juga fasilitas pengobatan dan sekolah gratis untuk mereka yang kurang beruntung, seperti anak-anak jalanan. Soalnya, mereka juga memiliki hak untuk menikmati ramahnya sebuah kota. Agar minat baca anak bisa meningkat, jangan lupa sediakan sarana berupa taman bacaan atau perpustakaan mini di tempat-tempat strategis.
Saeful Imam. Foto: istimewa